Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah Di Politeknik Negeri Malang, Dua Orang Resmi Ditahan

photo

SURABAYARabu 11 Juni 2025  Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) yang terjadi pada tahun anggaran 2019 hingga 2020. Kedua tersangka yakni AS selaku Direktur Polinema periode 2017–2021, dan HS selaku pihak penjual tanah.

Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Nomor: Print-99/M.5/Fd.2/01/2025 tanggal 3 Januari 2025 dan Print-848/M.5/Fd.2/06/2025 tanggal 11 Juni 2025.

AS dan HS diduga melakukan pengadaan tanah secara melawan hukum dengan sejumlah penyimpangan prosedur dan administrasi, di antaranya:

  • Pengadaan tanah dilakukan tanpa melibatkan panitia resmi yang dibentuk.
  • Penentuan harga tanah tidak berdasarkan penilaian jasa appraisal, melainkanberdasarkan penilaian pribadi AS.
  • Harga disepakati sebesar Rp6 juta/m2 untuk total luas 7.104 m2 (dengannilai keseluruhan mencapai Rp42.624.000.000).
  • Proses negosiasi dan pembayaran dilakukan saat dua dari tiga bidang tanahbelum bersertifikat dan tanpa surat kuasa dari seluruh pemilik tanah.
  • Pembayaran uang muka kepada HS sebesar Rp3.873.500.000 dilakukan pada 30 Desember 2020 dengan dokumen pendukung yang dibuat secara backdate (tanggal mundur), termasuk SK panitia, notulen rapat, hingga aktajual beli.
  • Pembayaran tahap selanjutnya dilakukan secara bertahap hingga mencapai total Rp22.624.000.000, tanpa diikuti proses akuisisi aset atau pencatatan hak atas tanah di Polinema.

Diketahui pula bahwa sebagian besar lahan yang dibeli masuk dalam zona ruang manfaat jalan dan badan air, serta berbatasan langsung dengan sempadan sungai, sehingga tidak sesuai dengan peruntukan pembangunan gedung kampus.

Sebagian dari dana yang telah dibayarkan Polinema, yaitu sebesar Rp4,3 miliar dan Rp3,1 miliar, dititipkan kepada notaris dan internal Polinema untuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) penjual dan pembeli. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, mengingat pengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya tidak dikenakan BPHTB.

Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian keuangan sebesar Rp22.624.000.000.

Atas dugaan perbuatan tersebut, AS dan HS disangkakan melanggar:

  • Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Subsidiair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU yang sama jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya, pada Rabu, 11 Juni 2025, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur secara resmi menetapkan AS dan HS sebagai tersangka berdasarkan:

  • Surat Penetapan Tersangka Nomor: Kep-80/M.5/Fd.2/06/2025 atas nama AS.
  • Surat Penetapan Tersangka Nomor: Kep-81/M.5/Fd.2/06/2025 atas nama HS.Keduanya juga langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, berdasarkan:
  • Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-8477/M.5/Fd.2/06/2025 atas nama AS.
  • Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-8499/M.5/Fd.2/06/2025 atas nama HS.

Penyidikan terhadap kasus ini akan terus berlanjut guna mengungkap secara menyeluruh potensi kerugian negara dan pihak-pihak lain yang turut serta dalam proses pengadaan yang menyimpang dari ketentuan hukum.

Baca Berita Menarik Lainnya di Google News