Kerry Adrianto Riza Dkk Didakwah Rugikan Negara Rp 285,1 Triliun
Jakarta, 14 Oktber 2025 – Sidang dakwaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Muhammad Kerry Adrianto Riza (anak Riza Chalid), Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa bersama empat terdakwa lainnya digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Jaksa mengatakan kelima terdakwa telah merugikan keuangan negara hingga kurang lebih Rp 285,1 triliun.
Meskipun angka tersebut memang tidak disebutkan secara spesifik dalam dakwaan kelia terdkwa, namun jaksa memastikan bahwa perbuatan lima orang ini masih berkesinambungan dengan perbuatan terdakwa atau tersangka lainnya.
“Itu rangkaian perbuatan daripada terdakwa yang menjadi rangkaian penuh dan akhirnya menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 285,1 triliun, total seperti itu,” ujar Jaksa Penuntu Umum (JPU) Triyana Setia Putra saat memberikan keterangan usai sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
JPU, menegaskan bahwa perbuatan para terdakwa merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Perbuatan melawan hukum ini ditemukan dari hulu ke hilir tata kelola minyak mentah.
“Semua klaster di dakwaan Pertamina itu satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Tata kelola mulai dari hulu, dari impor-ekspor minyak mentah, sampai nanti ke ada penjualan solar maupun subsidi BBM,” jelas Tri.
Dalam sidang hari ini, Kerry dan empat terdakwa lainnya mengikuti persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan. Keempat orang ini adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo. Sementara, empat orang lainnya sudah lebih dahulu mengikuti sidang pembacaan dakwaan pada Kamis (9/10/2025) lalu.
Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Dalam dakwaan JPU, perbuatan para terdakwa dibagi dalam beberapa klaster. Misalnya, untuk sewa terminal bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan merugikan keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
Kerugian ini dikarenakan perusahaan yang terafiliasi dengan Kerry dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo, meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.
Ditambah lagi, perjanjian tersebut juga merugikan negara karena aset terminal BBM Merak tidak dicantumkan sebagai aset Pertamina, tetapi justru menjadi aset PT Orbit Terminal Merak (PT OTM) yang terafiliasi dengan Kerry.
Sementara, kerugian negara akibat ekspor minyak mentah dengan prosedur yang bermasalah ini diduga mencapai 1.819.086.068,47 dollar Amerika Serikat. Adapun, kerugian keuangan negara dari faktor impor minyak mentah disebutkan mencapai 570.267.741,36 dollar Amerika Serikat.
Aspek lainnya, jaksa mengatakan ada kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171.997.835.294.293,00 yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar 2.617.683.340,41 dollar Amerika Serikat.
Keuntungan ilegal ini disebutkan didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.
sumber: Kompas.com